Rabu, 04 November 2015

Teruntuk engkau, seseorang yang aku rindukan diam-diam

Kuingat suatu waktu, entah kapan jelasnya namun tak pernah terlupa. Senyum itu, wajah polos itu, ketidakpedulian itu melintas di hadapan, bagai angin yang lewat tanpa jejak. Bisa kulihat namun tetap tak bisa kusentuh. Entah siapa itu dan entah mengapa aku terdiam di kala tak sedikitpun 4 bola mata ini beradu. Yang ku tahu kala itu aku jatuh, entah jatuh bagaimana, namun aku jatuh.

Tak seorang pun tahu hingga akhirnya seseorang yang ku kenal bahkan sangat ku kenal memperhatikan tingkah anehku. Memperhatikan gerak gerikku yang begitu mencurigakan saat moment itu terulang, lagi dan lagi. Keegoisanku tetap membara hingga tak mampu ku katakan apa yang terasa namun jelas sekali terlihat. Hanya diam tak mampu berkata hingga perbincangan yang tak biasa mulai terbahas yang memberikan jawaban atas pertanyaan "siapa namanya?". Kini ku tahu, namun tetap ku sembunyikan. Dalam diam dalam tempat yang mungkin tak berani aku pikirkan. Hingga akhirnya aku hanya menjadi sang penonton, penonton yang hanya bisa melihat tanpa berinteraksi.

Atas ketidakberanian, ketakutan, keegoisan yang tak mampu terlawan. Ku biarkan itu terlupa ku biarkan itu hanya tersimpan tanpa sedikitpun perjuangan yang bahkan tak pernah aku pikirkan untuk memulai. Ku simpan seperti sebuah kertas yang telah tertulis sebuah nama lalu kusimpan dalam kotak berharga yang tak mampu terjamah oleh tangan bahkan mata.

Dalam diam, diam-diam aku benar-benar lupa. Lupa atas dia yang tak bersalah telah menjadikanku sebuah penonton. Lupa atas dia yang tak pernah bertatap mata. Lupa atas dia yang kala itu memakai sweater hijau ketika ku melihatnya dulu. Lupa atas seseorang yang ingin aku dekati namun kaki tak sedikitpun mampu melangkah. Lupa atas dia yang memiliki senyum termanis tanpa paksa. Lupa atas dia yang menjadikanku gadis pengecut yang takut melukai harga diri. Lupa atas dia yang benar-benar menjadikanku pengingat yang baik kala itu. Aku lupa hingga akhirnya aku benar-benar lupa.

Hingga suatu ketika tanpa sengaja tanpa terencana, dia yang telah ku tutup dalam angan yang tak berani aku bayangkan dan tak berani aku pikirkan hadir hingga sempat tak ku kenali lagi. Berada kembali dalam padanganku dalam bola mataku. Kali ini aku sedikit berani. Ku tatap dia, kembali. Namun tak berbeda sama seperti dulu, diam-diam curi-curi. Senyum manis itu seolah mengingatkan keadaan beberapa tahun lalu. Kala aku hanya mampu memandang diam-diam. Kali ini seolah dekat seolah tak berjarak untuk ku pandang seinginku sepuasku semampuku. Namun tetap hanya ku pandang diam-diam. Dan pada akhirnya keadaan berbeda dari saat itu. 4 bola mata saling terarah meski tak lama. 4 bola mata yang saling mengikat cahaya meski tak bermakna.

Tersipu malu persis sama seperti saat kubahagia melihatnya, persis sama seperti saat aku pertama kali merasa jatuh pada orang tak pernah kujumpa sebelumnya. Dua mata yang diam-diam kupandang dalam-dalam, senyum manis yang sempat kulupa bagaimana bentuknya seketika kusimpan dalam memori, dan wajah mungil yang ingin kusentuh. Meski waktu telah berlalu namun tak ada yang berubah. Perasaan, kebahagiaan dan kepuasan yang hadir hanya dengan melihatnya sama seperti 2 setengah tahun yang lalu. Sama halnya dengan ketakutanku, ketidakpercayaan diriku dan egoisku yang tak mampu ku lawan meaki hatiku ingin melangkah.

Hingga suatu waktu yang kuingat dengan jelas, seseorang kembali membahas tentangnya, memperlihatkan sebuah akun media sosialnya. Ingin ku acuhkan awalnya namun rasa penasaran telah menang mengalahkan keegoisan yang masih kutahan. Tanpa sengaja tanpa persiapan tanpa pemikiran, kusukai semua hal mengagumkan yang dia lakukan, yang dia jalani dan dia telah rasakan. Sampai aku lupa bahwa aku adalah penguntit yang buruk. Ku tunjukkan siapa diriku.

Awalnya aku tak berharap apapun meski ada teman yang memberiku semangat bahkan optimis bahwa dia yang aku lihat diam-diam, dia yang aku rindukan diam-diam dan dia yang aku perhatikan diam-diam juga akan melihatku suatu saat nanti. Aku tak percaya bahkan bila dia hanya sekedar melihatku tak lebih dari 10 detik aku telah sangat bahagia.

Bagai kedapatan undian sangat besar. Dia menghubungiku. Kebahagiaan yang tak bisa ku jelaskan, tak bisa ku gambarkan namun sangat jelas terasa dan terlihat melalui mata yang terlihat lebih kecil dari biasanya, pipi yang memerah dan senyum yang tak pernah sirna. Ku ingat sekali betapa bahagianya aku kala itu. Hanya dengan satu kata yang mampu merubahku dalam sekejap.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar